Mengenal Mbah Munir, Penentang Isbat Pemerintah - Penampilan Syech Misbachul Munir terlihat sederhana. Orang biasa mengenal dengan sebutan Mbah Munir. Dia bukan orang sembarangan. Mbah Munir adalah seorang ulama NU dan menjadi pakar ilmu falak internasional.
Mbah Munir juga seorang pendiri, sekaligus pengajar di Pondok Pesantren Markazul Falakiyyah Dusun Semali, Desa Salamkanci, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Pria kelahiran, Selasa Pahing 21 April 1942 ini menyambut hangat kedatangan merdeka.com di Ponpesnya bersama tiga santrinya. Terlihat sederhana saat pertama kali mengenal Mbah Munir. Hanya mengenakan baju koko warna putih serta sarung, Mbah Munir bercerita panjang lebar seputar penentuan awal Ramadan dan Syawal.
Tidak ada suasana riuh di Ponpes yang berada di pinggir pedesaan tepat kaki Gunung Sumbing tersebut. Puluhan santrinya di awal bulan Ramadan ini pulang ke rumah masing-masing. Hanya bangunan pesantren yang terlihat tua dan di depannya terdapat tiga kandang bersama kera dan lima kucing yang selalu mondar mandir di sekitar ponpes.
Orang tidak akan mengira, sosok Mbah Munir adalah salah satu pakar ilmu falak yang sudah kurang lebih 40 tahun malang melintang dari Ponpes satu ke Ponpes lainya untuk menimba ilmu sebagai ahli ilmu falak bertaraf Internasional.
Dari catatan sejarahnya, berbagai Ponpes telah didatangi dan dijadikan tempat menimba ilmu falak dan hisab. Ponpes itu di antaranya; Ponpes Payaman, Secang, Magelang selama 6 tahun, Ponpes Tebu Ireng Jombang Jawa Timur milik almarhum Abdurrahman Wahid alias Gus Dur selama 3 tahun, Ponpes Jampes Kediri selama 3 tahun, dan Ponpes Bendo Kediri selama 6 tahun.
Kemudian di Ponpes Kertosono inilah, Mbah Munir khusus belajar mendalami ilmu falak dan dibimbing oleh Zuhdi, Ghozali, Dimyati dan Kurdi ulama besar ilmu falak Jatim selama 4 tahun. Serta terakhir belajar pada seorang ulama ahli falak desa di Kecamatan Salam, Magelang yang dipimpin Munir Marwoto selama 33 tahun.
Dari hasil pernikahan dengan istrinya, Mbah Munir melahirkan dua anak yaitu Miftahudin Al Muti'i(30) yang kini bekerja sebagai anggota Brimob di Pontianak dan Miftachul Huda Al Hakimi(28) kini menjadi ulama muda di Kota Moka-moka, Bengkulu.
Sepak terjangnya sebagai ahli falak sangat menonjol saat masa orde baru. Saat itu, Kementerian Agama dipegang langsung oleh Munawir Sadjali dalam beberapa periode di Kabinet Pembangunan yang dipimpin oleh Presiden Soeharto.
"Pak Munawir Sadzali itu dulu dengan saya akrab. Tetapi sekarang tidak pernah ada kabarnya. Sebab, zaman itu belum ada komputer. Setiap penetapan Ramadan dan lebaran selalu minta pertimbangan dan masukan ke saya," kata Mbah Munir.
Termasuk Ketua PBNU Said Agil Siradj pada kesempatan pertemuan, selalu menyempatkan diri untuk bertemu dan bertukar pengalaman. Terutama terkait ilmu falak dan hisab yang sudah menjadi makanan keseharianya dengan puluhan santrinya di ponpes.
"Pak Said Agil itu baik dengan saya. Kalau ketemu saya pasti tidak lupa bilang kalau soal ilmu falak saya kalah jauh sama Mbah Misbachul Munir. Mbah Munir jagonya. Mungkin sekarang dia sibuk, banyak kepentingannya," ujar Mbah Munir.
Seiring dengan waktu, Mbah Munir mulai ditinggalkan dan dilupakan oleh PBNU. Dia tidak lagi diminta pendapat saat penentuan awal Ramadan dan Syawal.
"Biasanya saya bersama KH Nur Ahmad dari Ponpes Kriyan, Jepara dan KH Mahfud Anwar dari Kediri selalu jadi rujukan dan pertimbangan untuk menentukan jatuhnya hari awal Ramadan dan Lebaran. Namun, KH Nur Ahmad baru saja meninggal belum ada satu bulan yang lalu. Tepatnya tanggal 20 Juni 2012. KH Mahfud Anwar juga sudah meninggal 10 tahun yang lalu,” ujar Mbah Munir.
Sejak dua tahun terakhir ini, rutinitas PBNU untuk menggelar Muktamar sebelum Ramadan sudah hilang dan tidak lagi menjadi kebiasaan. Bahkan, semenjak Muktamar NU di Asem Bagus, pengurus PBNU sama sekali tidak ada yang mengajak dan berupaya melibatkan dirinya untuk menentukan proses penentuan jatuhnya awal Ramadan dan Lebaran.
"Terakhir kemarin saya berupaya untuk kirimkan garapan ilmu falak saya kepada PBNU lewat email kepada PBNU untuk perbandingan para ahli falak. Akan tetapi PBNU semua tidak tahu. Kenapa tidak tahu saya cek lagi email PBNU yang tidak aktif yaitu ; falakiyah_pbnu@yahoo.com. Ternyata tidak aktif kembali. Saya minta tolonglah PBNU untuk diganti yang aktif. Malah kemarin orang dari pengurus Majelis Tarjih PP Muhammadiyah yang tiga bulan terakhir kontak saya minta pertimbangan jatuhnya Ramadan," kata Mbah Munir.
Kini, Mbah Munir selain sibuk mengajar santrinya di Ponpesnya, dia juga sering menjadi tutor di beberapa Ponpes yang berada di sekitar wilayah Karisedenan Kedu ( Magelang, Wonosobo, Temanggung, Kebumen dan Purworejo). Selain itu, kini Mbah Munir juga sering mendapatkan pesanan kalender atau penanggalan yang membubuhkan perhitungan salat lima waktu.
Sumber