Dzikir Dengan Suara Keras, Apa Boleh?

Dzikir Dengan Suara Keras, Apa Boleh? - Di sebuah masjid di Bandung, pagi ini, ada acara “dzikir bersama”, menggunakan soundsystem/loudspeaker hingga semua orang di sekitar masjid dapat mendengarnya. Secara “agak” bercanda, saya “protes” kepada panitia: “Pake speaker dalam masjid aja, kalau ke luar gitu ‘kan bisa jadi riya’ tuh yang dzikirnya! Itu ada yang lagi shalat dhuha, keganggu dong mereka…?”

Jawab “panitia”: “Ya, Kang! Banyak yang protes tuh warga sekitar…!”

Saya pun membuka-buka kembali literatur yang saya punya tentang “tata tertib dzikir dalam Islam”. Intinya, dari literatur yang saya punya dan sangat terbatas, saya menemukan kesimpulan: dzikir itu tempatnya di hati, bukan di mulut; harus pelan karena Allah SWT Maha Mendengar; tidak mesti dengan suara keras, apalagi sampai diperdengarkan kepada publik via loud speaker.

Yang “lucu”, di Mbah Google saya menemukan seorang blogger mengemukakan “dalil pembenaran” tentang dzikir masal itu. Ada hadits Qudsi dan lainnya. Intinya, majelis dzikir atau dzikir masal dan dengan suara keras itu boleh, bahkan lebih utama!

Nah, yang lucu, ketika ada komentar yang memberi masukan tentang dalil yang menyatakan sebaliknya –yaitu bahwa dalil terkuat menegaskan dzikir itu harus dengan lemah-lembut dan suara pelan, pendukung blogger itu “marah-marah”, menghujat si komentator, misalnya dengan kata-kata “antek2nya Wahaby yg mngaku2 Salafy, Wekekekek….” atau “antum lbh baik ngaca dulu, sudah baikah antum dalam beribadah??”.

Saya pun “kepancing” turut berkomentar: “Masya Allah, diskusi soal dzikir kok begitu…? Bukankah dzikir itu menentramkan hati, menenangkan jiwa?” Yang saya tahu, dalam Al-Quran disebutkan: “Ingatlah, dzikrullah itu menenangkan hati…”

YANG saya simak sejauh ini, dalil tentang perkumpulan dzikir dan dzikir suara keras lebih banyak berupa “tafsir”, interpretasi, kesannya hanya untuk “justifikasi”, bukan hadits otentik semisal qauliyah (sabda/perkataan) Rasulullah Saw.

Sejauh ini saya belum menemukan kisah atau riwayat yang menunjukkan, Nabi Saw dan para sahabat pernah melakukan “dzikir masal” dengan suara keras. Kalau ada yang punya, kasih ke saya ya (di kolom komentar)!

Yang saya temukan, justru qauliyah Rasul melarang umatnya dzikir dengan suara keras.

Misalnya, hadits dari Abu Musa Al-Asy'ari dalam Shahihain. Ketika para sahabat mengeraskan suara dzikir dlam sebuah perjalanan, Rasul bersabda:

" Wahai sekalian manusia, berlaku baiklah kepada diri kalian sendiri. Sesungguhnya yang kalian seru itu tidaklah tuli dan tidak pula ghaib. Sesunguhnya kalian berdo'a kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, yang lebih dekat dengan kalian daripada leher tunggangan kalian sendiri".

Versi lain: Abu Musa Al-Asy’ari r.a. berkata, “Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar orang-orang berdoa dengan suara keras, maka beliau bersabda: ‘Hai manusia, tahanlah (kasihanilah) dirimu karena kalian tidak berseru kepada Tuhan yang pekak atau jauh. Sesungguhnya kalian berseru kepada Tuhan yang sangat dekat dan Maha Mendengar" (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits lainnya: "Wahai sekalian manusia, masing-masing kalian bermunajat (berbisik-bisik) kepada Rabb kalian, maka janganlah sebagian kalian mengeraskan bacaannya dengan mengganggu sebagian yang lain."

Saya menulis tema ini bukan untuk membahas mana yang haq dan mana yang bathil. Wong saya bukan ustadz, bukan ahli hadits… Saya hanyalah seorang jurnalis dan penyiar…  Jadi, maksud saya, please… kasih penjelasan dong, kenapa orang-orang suka dzikir rame-rame, bahkan “teriak-teriak”, sampai pake soundsystem segala? Maaf lho…! Kepada MUI, keluarkan fatwa dong soal ini…!
Majelis dzikir di mana-mana, Gayus dan koruptor tetap saja melenggang (Lho..?! Gak nyambung ya!). Wasalam.


Sumber